Krisis Listrik Dan Investasi Industri

Krisis Listrik Dan Investasi Industri

Bagaimana nasib industri di tengah krisis listrik yang menghantui aktivitas pelaku usaha untuk tetap bertahan hidup ? Sampai dengan saat ini, listrik masih menjadi sumber energi utama bagi masyarakat kita tak terkecuali bagi kalangan industri yang juga menggunakan listrik. Krisis ini menurut pemerintah disebabkan karena adanya ketidakseimbangan antara jumlah pasokan dan tingkat permintaan. Namun, permasalahannya adalah mengapa pemerintah tidak mengantisipasi lonjakan permintaan yang semakin hari akan semakin besar seiring sejalan dengan pertumbuhan ekonomi.

Industri adalah salah satu penggerak pertumbuhan ekonomi. Perannya dalam mendongkrak pendapatan negara bisa dibilang tidak kecil. Kelangkaan listrik tentu akan membuat industri mengalami kerugian dan bukan tidak mungkin gulung tikar dan menambah jumlah penganggur dan orang miskin baru. Begitu juga dengan minat industri untuk berinvestasi di Indonesia. Tingginya minat investasi terhadap suatu negara menunjukkan wajah bagaimana kita mengelola perekonomian. Investor tidak akan mau menanamkan modal atau pun membuka cabang usaha ketika infrastrukturnya tidak memadai bagi iklim investasi.

Statistik ekonomi dan energi dunia memperlihatkan bahwa perekonomian suatu negara berkaitan secara langsung dengan konsumsi energinya. Data tahun 2003 dari The Institute of Energy Economic of Japan menunjukkan, Amerika Serikat yang pendapatan (GDP) per kapita per tahunnya US$ 35.566, konsumsi energi listriknya 10.800 kWh (kilowatt jam) per kapita per tahun. Gabungan negara Uni Eropa yang GDP per kapitanya US$ 18.800 per tahun, konsumsi listriknya 5.725 kWh per kapita per tahun. Tiongkok dengan GDP per kapita US$ 1.067, konsumsi listriknya 1.140 kWh per kapita per tahun, sedangkan Malaysia yang GDP per kapitanya US$ 4.011 per tahun, konsumsi listriknya 2.959 kWh per kapita per tahun. Ini menunjukkan, untuk memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi , menjadi sebuah kemutlakan bagi pemerintah untuk menyediakan energi (listrik).

Solusi pemerintah melalui SKB lima menteri tentang pengalihan pengaturan jadwal kerja bukanlah solusi arif. SKB tersebut malah memperlihatkan pemerintah menyandera industri dengan intervensi dan sanksi bagi yang melanggar. Logikanya, PLN yang berulah, industri dan masyarakat yang harus berhemat dan diancam sanksi. Memang solusi untuk memenuhi pasokan listrik dengan segera sepertinya sulit terwujud dengan kondisi pembangkit-pembangkit listrik yang belum memadai. Pemerintah sebaiknya menyiasati agar tingkat konsumsi listrik industri berkurang dengan memberikan insentif-insentif yang win-win solution. Tanpa itu, industri akan gulung tikar dan hengkang ke tujuan investasi yang lebih nyaman.

0 komentar:

Posting Komentar

Beri Komentar Anda Di Sini :