Banyak Parpol, Cermin Ambisi Elit

Banyak Parpol, Cermin Ambisi Elit

Apakah benar adanya semakin banyaknya parpol mencerminkan wajah demokrasi yang berjalan efektif ?. Mendirikan parpol adalah hak azasi yang dilindungi oleh undang-undang sebagai bentuk penyaluran aspirasi seorang warga negara dalam berserikat dan berkumpul. Hasil verifikasi yang dilakukan oleh KPU menghasilkan 34 parpol yang akan bertanding memperebutkan kursi kekuasaan. Fenomena ini menarik untuk diikuti untuk membaca apa sebenarnya motif dari banyaknya parpol yang ikut pemilu.

Jika ditelisik dari sejarah banyaknya parpol di negeri ini. Kemunculan banyak parpol berbanding terbalik dengan kehidupan politik yang lebih baik. Orde lama mencatat presiden Soekarno mengubur partai-partai karena mengganggu stabilitas pemerintahan. Soeharto malah menyederhanakan partai menjadi 3 golongan, juga karena tidak percaya bahwa banyak parpol akan menciptakan stabilitas. Di era reformasi, jumlah parpol membludak dan menjamur bak cendawan di musim hujan mewarnai belantika persaingan politik. Sejarah mencatat pemilu 1998 diikuti 48 parpol dan pemilu 2004 sebanyak 24 parpol. Kenyataannya, banyaknya parpol semakin menambah buram dan membuat bias sistem pemerintahan presidensil. Elit-elit partai hanya menjadikan parpol sebagai kendaraan politik, alat tawar-menawar tanpa mau tahu sebenarnya esensi keberadaan parpol.

Kita bisa mencontoh negara-negara maju yang hanya memiliki sedikit partai politik. Demokrasi di Amerika Serikat, Prancis dan Australia dengan hanya memiliki dua parpol ternyata cukup efektif. Namun, Indonesia berbeda dengan negara-negara tersebut, karena Indonesia memiliki tingkat heterogenitas yang tinggi. Memang jika kita kaji lebih dalam, sebenarnya pendirian parpol baru bukan karena alasan representasi keberagaman atau pun soal implementasi ideologi. Hasrat berkuasa sematalah yang melandasi spirit pendirian parpol. Lihat saja, dari platform, ideologi dan orang-orang yang duduk sebagai pengurus kebanyakan berasal dari pecahan parpol lama. Jadi sebenarnya tidak ada yang baru yang ditawarkan oleh partai-partai baru. Mereka hanya berganti kulit, bertukar bendera tapi tetap mengusung ideologi pragmatisme yang hanya mementingkan kekuasaan diri sendiri dan kelompok. Dan timbul tenggelam dalam pusaran arus kepentingan politik.

Jika diteropong dari aliran atau pun ideologi, sebenarnya jumlah parpol cukup hanya 5 buah saja. Ini untuk menghindari kebingungan masyarakat untuk memilih corong mengartikulasikan kepentingannya. Namun, jika alasan berdirinya sebuah parpol bukan bersifat ideologi dan idealisme, maka sejalan dengan tidak pernah padamnya hasrat untuk berkuasa maka jumlah parpol tidak akan pernah sederhana. Pembuat kebijakan dan politikus sudah saatnya berani untuk membatasi jumlah parpol demi terciptanya kehidupan demokrasi yang menyejahterakan kehidupan bersama.


0 komentar:

Posting Komentar

Beri Komentar Anda Di Sini :