Politisi Karbitan

Politisi Karbitan

Ada sebuah fenomena menarik di jagad perpolitikan tanah air. Orang-orang yang notabene berprofesi non-politisi seperti pengasuh pondok pesantren, guru, pengusaha, selebritis berlomba-lomba untuk menjadi politisi. Kita bisa melihat sejenak ke belakang pada tahun 2004, saat itu yang menjadi trend adalah para ulama yang banting setir meramaikan konstelasi peta politik nasional. Para ulama yang tadinya dianggap sebagai benteng penjaga moral, kini memasuki lorong – lorong gelap dunia politik yang penuh intrik. Langkah para ulama tersebut juga diikuti oleh kalangan pengusaha yang seolah tak mau ketinggalan arus dengan cara beramai–ramai berinvestasi di partai politik sebagai donatur dan bahkan banyak juga yang berani mencalonkan diri menjadi calon anggota legislatif dan eksekutif. Fenomena ini menjadi semakin menarik ketika belakangan ini para selebritis dengan bermodalkan popularitas mencoba mengadu taji untuk bertarung merebut suara dengan beralih profesi menjadi politisi. Artinya,dunia politik telah menjadi profesi yang sedemikian menggoda untuk mewujudkan sebuah cita-cita atau gagasan, apakah itu untuk kepentingan bersama atau kepentingan individu. Hal ini dapat juga kita baca sebagai pergeseran cara parpol untuk merebut kekuasaan dengan mengandalkan orang-orang yang tidak punya pengalaman politik namun punya uang, massa dan popularitas untuk dijadikan ikon guna merebut kantong-kantong suara.

Berbondong-bondongnya kalangan artis,ulama dan pengusaha ke dalam dunia politik sebenarnya sah-sah saja. Konsitutusi menjamin bagi setiap orang untuk memiliki hak berpolitik, apakah itu membentuk organisasi maupun mencalonkan diri sebagai pejabat publik. Namun, yang harus kita beri catatan kritis adalah kekawatiran munculnya fenomena the wrong man in the wrong place. Orang-orang yang tadinya tidak pernah sama sekali menimba ilmu dan malang melintang dalam dunia politik dikawatirkan akan menciptakan generasi politikus-politus karbitan. Karbitan disini kita analogikan ibarat buah mangga yang masih mentah dan kemudian “dipaksa” matang untuk dicicipi atau karena tidak sabar menunggu untuk dijual ke pasar. Ketika sudah tampak matang dan dimakan, maka rasanya akan terasa kecut. Politisi–politisi yang dikarbit memang akan memiiki tampilan luar yang memukau, namun ketika memerintah, malah mengakibatkan masalah disana-sini. Politisi karbitan adalah orang-orang yang tidak pernah merangkak dari bawah tapi menikmati empuknya kursi kekuasaan.

Saat ini, perilaku para politisi mendapat sorotan yang sangat tajam. Bukan hanya menyangkut kualitas dan kapasitas dalam proses penyelenggaraan pemerintahan, namun sebagian besar persoalan yang menimpa bangsa ini dituding disebabkan karena ulah politisi yang hanya memikirkan kepentingan pragmatis kelompok dan individu dibandingkan dengan mengabdi pada kepentingan bangsa. Banyaknya politisi yang dijaring oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan wajah buram politisi kita yang semakin jauh dari cita-cita mewujudkan kesejahteraan. Jamak kita dengar di media massa mengenai kinerja para politisi kita yang tidak memiliki kemampuan. Sebagai contoh, banyak anggota DPR/DPRD yang tidak paham tentang proses legislasi. Produk politik berbentuk undang-undang atau perda lebih banyak diserahkan kepada staf ahli dan kalangan akademisi untuk kemudian hanya tinggal mengangkat tangan tanda setuju terhadap pasal-pasal yang akan disahkan.

Ada sebuah keyakinan bahwa perkembangan demokrasi ditentukan oleh kualitas politisi. Dari sini bisa kita mengambil sebuah hipotesis bahwa semakin berkualitas para politisi ( kemampuan intelektual dan keterampilan politik) akan berkorelasi positif dengan kemajuan demokrasi. Untuk itu sistem politik yang harus dibangun adalah sistem yang mengutamakan politisi-politisi yang memiliki kualitas dan kapasitas dan tidak mentoleransi politikus dadakan yang miskin pengalaman. Saat ini kita sama-sama bisa melihat bagaimana demokrasi yang dihasilkan dengan tetesan keringat dan darah pejuang reformasi, begitu mudahnya dibajak oleh “penumpang gelap” yang mengaku reformis. Artinya,sebuah sistem politik tidak akan berjalan dengan baik ketika aktor-aktor yang menjalankannya justru malah menggerogoti dan mencari-cari celah untuk mengikis sistem tersebut.

Lantas kenapa fenomena menjamurnya politikus karbitan bisa muncul bak cendawan di musim hujan?. Saat ini kita telah berada dalam fase transisi otokrasi ke arah demokrasi. Pada zaman orde baru, kekuasaan menentukan calon-calon yang akan duduk di kursi kekuasaan berada sepenuhnya di tangan parpol. Masyarakat pada saat itu hanya memilih lambang partai, sehingga popular atau tidaknya calon tidaklah menjadi faktor yang signifikan. Namun, pasca runtuhnya orde baru dan memasuki era demokrasi langsung, otomatis turut merombak dan menjungkirbalikkan sistem politik otoritarian yang telah dibangun oleh rezim. Dalam demokrasi langsung terlihat peran yang sangat menentukan dari rakyat. Artinya, rakyatlah yang secara langsung memilih calon yang ditawarkan parpol.

Beranjak dari konsekuensi penerapan demokrasi langsung sebagai pilihan rakyat, maka calon-calon yang akan maju harus memiliki modal yang kuat. Politisi setidaknya harus dikenal oleh pemilih. Untuk itu partai sebagai alat untuk mencapai kekuasaan, harus menggodok dan meramu strategi agar calon yang ditawarkan laku keras di pasaran.Dengan tingkat pendidikan politik masyarakat yang belum cerdas politik, membuat proses pengenalan calon membutuhkan banyak dana.Hal ini yang kemudian membuat parpol mengambil jalan pintas untuk mengusung calon-calon yang memiliki dana berlimpah dan sekedar populer saja, tanpa mempertimbangkan track record, kemampuan dan kualitas.

Kemudian peran media juga dituding turut memberi jalan kepada para politisi karbitan untuk memuaskan hasrat berkuasanya. Persinggungan antara politik dan media, telah menghasilkan pendangkalan dan populerisasi politik, sebagaimana persinggungan antara politik dan kapital telah menghasilkan komodifikasi dan komersialisasi politik (Deleuze & Guattari, dalam Piliang, 2004). Media bisa menyulap dan mengorbitkan calon-calon yang tidak memiliki kapasitas menjadi sosok yang sebaliknya. Dapatlah kemudian kita lihat benang merah antara demokrasi langsung, uang dan media yang kemudian melahirkan sosok politisi-politisi karbitan.

Disamping itu,munculnya politisi karbitan ditengarai akibat gagalnya partai dalam melakukan kaderisasi dan kemandirian dana.Kaderisasi di tubuh parpol hanya sebagai komoditas politik belaka.Dalam artian tetap saja, siapa yang memiliki uang yang akan menjadi pilihan.Pola rekruitmen yang hanya berorientasi pasar dan hubungan kekeluargaan hanya akan membuat kader-kader yang sudah berjuang dari bawah akan disingkirkan begitu saja demi hasrat berkuasa.Dibalik itu,pola kaderisasi yang berjenjang juga belum menjadi pilihan banyak partai,sehingga kualitas kader-kader yang dihasilkan juga tidak dikenal oleh publik.Parpol juga harus membenahi dan mencari solusi dalam kemadirian dana.Hal ini menjadi penting karena parpol selalu didikte oleh kekuatan uang yang dimiliki calon.Tidaklah cukup hanya memeras BUMN, mengandalkan “uang mahar” calon dan sumbangan anggota yang sedang menjadi pejabat publik. Padahal parpol sebenarnya memiliki potensi yang luar bisa untuk menghasilkan dana yang halal. Diharapkan ketika parpol memiliki kemandirian dana, tidak harus selalu tunduk pada kekuatan uang untuk mengusung seorang calon.

Politisi karbitan hanya akan menjadi benalu demokrasi.Tugas mengatur dan mengawasi menuju pemenuhan kesejahteraan rakyat bukanlah hal yang gampang.Bangsa ini membutuhkan pemimpin yang memiliki track record yang mumpuni, kapasitas dan kualitas yang bisa membawa bangsa ini keluar dari kemelut berkepanjangan. Jabatan publik bukanlah ajang coba-coba atau ajang pembelajaran bagi politisi karbitan. Untuk menjadi seorang politisi yang sejati, haruslah memulai perjuangan dari bawah.Sejatinya seorang politikus adalah individu tokoh yang telah mendapatkan kepercayaan masyarakatnya ditambah dengan sikap amanah selalu menjaga,mengurusi, dan menangani seluruh keperluan masyarakatnya, baik langsung kepada masyarakat maupun tidak langsung dalam bentuk kebijakan yang berpihak kepada masyarakat luas.



1 komentar:

Ucox Unpad mengatakan...

terimakasih..hmm boleh juga tuh saranya..cara mengetahui blog kita lumayan teratas gimana ya? trus ribet ga proses pasang iklannya ?thanx bgt..

Posting Komentar

Beri Komentar Anda Di Sini :