Bisakah Kaum Nasionalis, Islam dan Marxis Bersatu ?

Bisakah Kaum Nasionalis, Islam dan Marxis Bersatu ?


Tulisan ini adalah sebuah tinjauan dari kumpulan pemikiran Bung Karno dalam buku Dibawah Bendera Revolusi Jilid Pertama. Penulis mencoba untuk menyajikan sari-sari pemikiran beliau tentang perlunya sebuah persatuan atas semua golongan untuk melawan penjajahan. Memang sepintas membaca judul di atas, ada sebuah rasa pesimis kalau tidak mau dibilang mustahil, hal ihkwal tentang mempersatukan ketiga kaum/golongan di atas. Namun, janganlah kita melihat dari permukaan saja gagasan sang proklamator, banyak orang yang luput penglihatannya ketika hanya berbicara tentang perbedaan / metode dari masing-masing golongan tersebut.


Menjadi sebuah kewajaran yang selama ini dipahami masyarakat bahwa, bagaimana mungkin Islam bisa bersatu dengan Marxis yang katanya tak ber-Tuhan ? dan bagaimana mungkin nasionalis bisa bersatu dengan islam yang internasionalisme ( tak mengenal bangsa )? Soekarno bukannya tidak paham tentang hal ini semua. Dia paham betul. Dia bukannya malah menajamkan perbedaan diantara ketiganya, melainkan menarik benang merah persamaan bahwa ketiganya adalah sama-sama anti kolonoalisme, sama-sama alergi yang namanya kapitalisme. Dan, kata persatuan yang dimaksudkan Soekarno bukannya meleburkan ketiganya menjadi satu, yang islam harus menjadi marxis dan nasionalis dan begitu juga sebaliknya. Asal mau saja, maka persatuan di antara ketiganya bisa terwujud. Dikarenakan ketiga kaum punya musuh bersama, kenapa harus berjuang sendiri-sendiri.


Sewaktu pemikiran Bung Karno ini dibuat, kondisi rakyat Indonesia sedang melarat-melaratnya. Kolonialisme membuat kita menjadi budak di negeri sendiri. Negeri-negeri Asia pada saat itu merasa tak senang dengan nasib ekonominya, nasib politiknya, tak senang dengan nasib lain-lainnya. Kolonisasi menurut Bung Karno muncul dikarenakan ekonomi ( rezeki ). Dikarenakan di negeri penjajah kekurangan sumber daya untuk membangun negeri maka diperlukan upaya untuk mencari dan merampas kekayaan dari negara-negara lain.


Ketiga golongan ( islam, nasionalis dan marxis ) dalam masyarakat merupakan roh daripada pergerakan-pergerakan di Asia. Dan , sangat jarang kita temui dalam buku-buku sejarah yang menulis bahwa ketiga golongan ini mudah untuk bersatu. Masing-masing karena keyakinan ideologi, perbedaan metode gerakan dan hal-hal prinsipil lainnya selalu berjuang secara sendiri-sendiri. Seakan Tabu dan sebuah dosa jika harus menjalin hubungan apalagi bersatu. Gagasan besar Bung Karno tersebut bisa menjadi rujukan kita bahwa yang diutamakan adalah persatuan. Indonesia negeri yang penuh dengan perbedaan, penuh dengan golongan-golongan , yang kalau tidak di manage dengan baik, maka bisa saja menjadi bom waktu bubarnya NKRI.


Kondisi Saat Ini


Dulu, kita punya musuh yang jelas, yakni kaum penjajah. Kita sama-sama bisa melihat secara fisik adanya bangsa asing yang dengan semena-mena merampas, menyiksa dan membunuh satu persatu rakyat Indonesia. Namun kini, setelah merdeka, kita kembali dijajah oleh sesuatu yang non-fisik seperti ideologi, ketergantungan dan pasar bebas. Rakyat Indonesia banyak yang tidak sadar bahwa era penjajahan dalam abad ini tak lagi harus menggunakan kekuatan militer, moncong senapan dan nuklir. Namun lebih banyak melalui persaingan ekonomi. Satu hal yang harus dijadikan titik pijak untuk melangkah adalah sebuah kesimpulan bahwa KITA MASIH DIJAJAH.


Lantas, kemakah kaum-kaum pergerakan di Indonesia ? adakah mereka juga masih tercerai berai ? Kita bisa lihat sendiri realita dilapangan, bagaimana komunisme sudah tidak diberi tempat lagi di bumi Indonesia. Begitu juga kaum nasionalis dan islam yang selalu mengklaim bahwa cara dan metode masing-masing pihaklah yang paling benar. Kalangan islam menuduh bahwa nasionalis adalah paham sekuler yang memisahkan agama dan politik sementara kaum nasionalis begitu anti terhadap gagasan tatanan khilafah yang dituding sebagai pemberangusan terhadap keberagaman. Jikalau pun ada yang bersatu, ini tak lebih dilatari oleh kepentingan politik praktis yang temporer demi merebut kue kekuasaan. Dapat disimpulkan bahwa pemikiran Soekarno tentang persatuan ketiga golongan ini belumlah dimaknai secara mendasar.


Padahal jika dibandingkan dengan masa-masa Soekarno mencetuskan ide ini dengan kondisi hari ini, gagasan ini tetap relevan. Dalam artian, hari ini kita masih menghadapi musuh bersama, jika dahulu adalah penjajah, hari ini adalah kekuatan kapitalisme yang semakin menggerogoti segala lini dengan sangat halus. Sekali lagi bukan persatuan dalam arti peleburan ketiga golongan sehingga mengaburkan identitas masing-masing kelompok, namun yang perlu diingat adalah kesamaan kehendak keinginan untuk sama-sama melawan common enemy.


Sudah saatnya berjuang bersama menerobos sekat-sekat kentalnya politik identitas. Masing-masing golongan kiranya rela barang sejenak melepas baju atau warna identitas dalam wadah sebagai warga negara Indonesia yang ingin lepas dari segala bentuk penjajahan. Jika memang bisa bersatu menyambung jembatan emas, lantas kenapa harus berjalan sendiri-sendiri dan saling “ membunuh ” satu sama lain hanya karena sebuah pengakuan dan dominasi kemutlakan sebuah ideologi. Semua Ideologi pada hakikatnya menawarkan kesejahteraan dan pembebasan , sama-sama anti terhadap eksploitasi. Alangkah dasyatnya kekuatan yang bisa muncul hanya dengan sebuah kemauan untuk bersatu. Seperti yang dikatakan Bung Karno “ asal mau sahaja “ ( DBR jilid pertama ).





0 komentar:

Posting Komentar

Beri Komentar Anda Di Sini :