Good Bye My Lovely Room

Good Bye My Lovely Room

Tidak ada yang tetap dan kekal di dunia ini, kecuali perubahan itu sendiri “


Tanggal 8 bulan 8 tahun 2008, aku akan merasakan sebuah perubahan dalam hari-hariku. Aku takkan kembali lagi ke ruangan itu, takkan pernah lagi mengecap aroma khas sudut-sudut dindingnya. Sebenarnya aku paling benci dengan pindahan. Namun, I must do it. Beberapa bulan sebelum tanggal itu, kurasakan gelisah yang berkepanjangan. Resah, karena ada proses adaptasi lagi. Malas, karena aku beranjak dari zona nyamanku. Manusia cenderung enggan untuk merasakan perubahan. Kalau sudah pewe, biasanya malas untuk beranjak. Hal ini adalah salah satu sifat manusia Indonesia yang tidak terlalu menyukai perubahan. Kita semua menyukai situasi yang establish yang tentunya selama memberi kita kenyamanan. Sebagai contoh , Pergantian Kepala Kantor di tempat kita bekerja. Tentunya jika kita sudah merasa nyaman dengan Kepala Kantor yang sebelumnya, maka akan muncul kegelisahan, apakah nanti kita akan dimutasi atau ada sistem baru yang lebih disiplin dan kemungkinan-kemungkinan yang membuat kita tidak nyaman. Padahal, kita belum merasakan perubahan tersebut. Kita masih bermain dengan asumsi yang sifatnya premature.

Aku pun tak pungkiri, hal itu yang sedang kurasakan. Aku beranjak dari zona nyamanku dan itu membuatku kwatir tidak akan menemukan hal-hal yang kunikmati selama ini. Semisal, waktu-waktu private untuk merenung dan berdoa, saat-saat ingin sendiri bahkan ketika membaca buku dan membuat tulisan. Aku kwatir hal-hal tersebut tidak akan ada lagi karena tempat tinggal baruku adalah sebuah ruang private yang dijadikan publik. Aku akan tinggal di sebuah sekretariat bersama GMNI. Sebuah ruang yang tidak akan pernah mati berinteraksi.

Namun, kita tidak bisa mengelak dari perubahan. Bahkan ada yang mengatakan bahwa hidup itu sendiri adalah perubahan. Tidak ada hari yang benar-benar sama setiap harinya. Tidak pula setiap momen yang kita rasakan. Artinya, perubahan adalah teman kita sehari-hari. Aku pernah mempelajari sebuah metode terapy psikologi untuk memaknai sebuah fenomena. Disitu disebutkan bahwa kitalah yang membuat makna terhadap perubahan .

Perubahan bisa bermakna positif, jika kita berhasil memaknai sebagai peluang yang memberikan kita hal positif dan begitu pula sebaliknya. Prosesnya kurang lebih seperti ini : Fenomena atau sebuah perubahan datang, kemudian perubahan itu dimaknai oleh panca indera kita. Dalam proses pemaknaan tersebut terjadi pergumulan baik itu prediksi di masa depan akibat perubahan itu , atau kadang pertimbangan-pertimbangan yang bisa mempengaruhi kita. Ketika sampai di otak, maka akan diteruskan ke hati. Nah, disinilah kemudian proses penting tersebut terjadi. Ketika kita berkata pada diri kita sendiri “ aku akan jadikan perubahan ini sebuah peluang “, atau “ pindahan akan membuatku dapat teman-teman baru “, hasilnya adalah adanya penerimaan terhadap makna pindahan tersebut. Namun, jika kemudian kita berkata pada diri sendiri “ sial, aku tak bisa nyaman lagi” atau “ ah, pasti nanti aku sulit beradaptasi dengan hal-hal baru “, maka hasilnya adalah penolakan atau pun keterpaksaan dalam menjalani perubahan tersebut. Saya mau mengajak untuk melihat ada proses berbicara dengan diri sendiri (self talk) dan gabungan berpikir positif.

Tidak ada satu orang pun yang bisa mengijinkan kesedihan menimpa anda, kecuali diri anda sendiri. Artinya, apa pun yang sedang kita hadapi, baik itu buruk atau kabar baik, maka hanya kita yang berkuasa untuk menentukan maknanya. Kematian bisa dimaknai sebagai sebuah anugerah ketika kita berhasil memaknainya sebagai hidup baru yang lebih baik. Namun, kadang ini proses yang tidak mudah karena bagimanapun ada sisa-sisa pengalaman sejarah disana, ada sebuah felling yang tidak ingin kita lepaskan. Kita selalu ingin manusia tetap hidup, karena orang yang hendak mati tersebut pernah bersama-sama kita. Ketika dia pergi, kita terkadang tetap berat untuk menggantinya dengan bahasa positif. Namun, aku pikir itu manusiawi. Tidak ada orang yang tidak pernah sedih, terluka dan bahkan tidak bisa menerima keadaan.

Persoalannya, bagaimana kita memaknai perubahan tersebut. Pindahan kali ini mau tidak mau, suka tidak suka, harus mengorbankan kenyamananku selama ini. Aku sangat mencintai kamar ini. Karena disini aku tumbuh, disini aku kembali terlahir, tempat menangis, melindungku dari mata-mata publik. Aku enggan beranjak karena seperdelapan sejarah hidupku berlalu disini. Aku bisa melihat ratapan dinding kamar ini, seakaan memintaku untuk jangan pernah pergi jauh. Namun,aku juga tidak mau dikatakan sebagai anti perubahan atau orang yang tidak mau menghadapi tantangan. I will try to face anything, anyone and anywhere.

George Bernard Shaw pernah berujar “ Progress is imposible without change, and those who cannot change their minds cannot change anything. Setidaknya aku cukup dikatakan berhasil dalam memaknai pindahan ini. Menarik membaca pesan dari Henry Wadsworth Longfellow yang mengatakan “ All things must change to something new, to something strange “.



1 komentar:

Ucox Unpad mengatakan...

Terkadang banyak dari kita yang lupa bahwa sebuah kepercayaan sangat sulit dan sangat penting untuk terus dipertahankan. Sekali terluka, kadang butuh waktu dan integritas untuk memulihkannya. Namun, tak banyak orang yang sanggup bertahan tuk pulihkan. banyak diantara kita yang menyerah dan mati..alangkah indahnya ketika dua insan saling mencinta tanpa ada curiga. Namun,jganlah kita lantas jd lemah kalau kita gagal mempertahankan sesuatu. karena ada kekuatan dibalik ini semua.because live must go on..

Posting Komentar

Beri Komentar Anda Di Sini :