OPOSISI INTELEKTUAL


Lord Acton pernah mengatakan bahwa power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely.Pendapat ini menyiratkan bahwa kekuasaan yang absolut berpotensi untuk berubah menjadi kekuasaan yang korup yang sewenang-wenang.Kuasa mengandung legitimasi bertindak dan menggerakkan apa yang ada. Kekuasaan disanjung karena didalamnya ada kekuatan, penghormatan ,prestise. Di sisi lainnya kekuasaan ditakutkan karena berpotensi digunakan untuk merusak,menegaskan ambisi pibadi,berbuat semena-mena dan liar.Untuk itulah dalam menjalankan kekuasaan,dibutuhkan kontrol untuk menjaga kekuasaan dipergunakan sesuai dengan rel-nya.Dalam tata pemerintahan yang bertugas melakukan hal ini adalah DPR sebagai manifestasi kehendak rakyat dalam sistem demokrasi.Melihat hasil pemilu kemarin,kita perlu mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan check and balances tidak akan signifikan.Karena itu pula oposisi sipil harus dibangun.
                Di republik ini,maraknya aksi demonstrasi warga sebenarnya menunjukkan disfungsi lembaga legislatif dalam menjalankan tugasnya. DPR adalah penjelmaan rakyat dalam sistem perwakilan yang salah satu tugasnya adalah mengawasi kekuasaan eksekutif untuk menjalankan kehendak rakyat.Namun,sejarah tidak bisa menipu dirinya sendiri bahwa legislatif hanya peduli pada dirinya sendiri dan malahan menjadi stempel bagi legitimasi kuasa eksekutif.Jika demikian,ketika eksekutif dan legislatif sudah menyimpang dari cita-cita kerakyatan,maka salah satu cara adalah membangun oposisi masyarakat sipil.Oleh karena itu masyarakat sipil harus turun tangan tidak hanya mengawasi kekuasaan eksekutif,melainkan juga legislatif.Jika belajar dari sejarah,maka aktor yang selama ini selalu jadi garda terdepan dan sekaligus martir perubahan adalah pemuda dan mahasiswa.Golongan ini punya idealisme,semangat,militansi dan rasa muak pada kelaliman.
Dalam melakukan tugas sebagai alat kontrol kekuasaan sebenarnya mahasiswa tidak juga terjebak pada pola vis a vis (berhadap-hadapan) dengan penguasa saja. Strategi yang dibangun juga harus memerhatikan kondisi dan karakter kekuasaan yang ada.Ada beberapa hal yang bisa diperankan seperti melakukan gerakan intelektual,seperti menulis di media massa,mengadakan seminar,pelatihan dan forum-forum akademik yang membahas persoalan-persoalan bangsa.Output dari gerakan ini adalah dihasilkannya gagasan atau konsep tandingan dari masyarakat yang bisa dipertanggungjawabkan. Semisal,mahasiswa bersama masyarakat bisa menyusun dan menawarkan draft Rancangan Undang-Undang (RUU) kepada pemerintah.Sehingga mahasiswa tidak dianggap sebagai golongan yang NATO (No Action,Talk Only).
Kedua,gerakan struktural.Maksudnya adalah bermitra atau bekerja sama dengan pemerintah dalam program-program kerakyatan.Mahasiswa bisa menjadi patner pemerintah dalam menerjemahkan program ke masyarakat.Dengan melibatkan mahasiswa,maka sekaligus bisa memantau aplikasi kerja-kerja pemerintah dan sekaligus memantau kekuasaan.Mahasiswa juga sebenarnya bisa menjalin komunikasi dengan elit-elit politik di eksekutif maupun di parlemen yang diidentifikasi senafas dengan perjuangan mahasiswa.Hal ini dibutuhkan agar mahasiswa punya kekuatan di dalam parlemen sebagai tempat pengambilan keputusan. Tentunya hal ini harus dilakukan secara hati-hati menyimak sejarah gerakan mahasiswa rentan kooptasi dan penunggangan. Ketiga,gerakan kultural.Hal ini dimaksudkan membangun basis dan pendidikan politik di masyarakat sebagai sekutu dalam mengawasi kekuasaan.Rakyat adalah hakim.Maka,mahasiswa dalam mengawasi kekuasaan harus dengan dukungan rakyat yang juga harus melek politik.Muara dari gerakan kultural ini adalah terciptanya komunikasi dan kesinambungan antara gerakan mahasiswa dan masyarakat grass root.Selain menghukum politisi busuk lewat pemilu lima tahunan,masyarakat adalah kekuatan besar untuk melakukan reformasi bahkan revolusi.Keempat,gerakan massa.Jika kekuasaan sudah tuli,parlemen tak berfungsi,maka gerakan ekstra parlementer dalam bentuk pembangkangan sipil juga sah dilakukan sebagai cermin kehendak rakyat.Aksi demonstrasi juga dilakukan dengan menaati kaidah –kaidah yang ada agar stigma mahasiswa sebagai pembuat kerusuhan bisa berubah.
Di samping itu,harus kita akui bahwa kontrol masyarakat sipil dalam hal ini mahasiswa masih sangat lemah ketika berhadapan dengan kekuasaan.Mahasiswa belum mampu menjadi motor penggerak yang bisa mengajak semua elemen.Membangun kerangka perjuangan sesama kekuatan mahasiswa dan melakukan pencerdasan ke masyarakat memang bukan hal yang mudah.Mahasiswa juga disibukkan dengan urusan akademis.Oleh karena itu,rakyat menjadi sekutu strategis menutupi kelemahan tersebut.Ketika masyarakat cerdas,nalar otoritarianisme akan berpikir dua kali untuk hadir. Kekuasaan bukanlah predator yang harus ditakuti.Selama dipandang hanya sebagai alat untuk mencapai visi misi pemerintah dalam bekerja untuk masyarakat,maka kekuasaan itu sesungguhnya mulia.Lain halnya jika dijadikan tujuan semata,mau tidak mau kita harus mengangkat “senjata” menghancurkannya.

Adi Surya Purba
Mahasiswa Kesejahteraan Sosial
Fisip Unpad


0 komentar:

Posting Komentar

Beri Komentar Anda Di Sini :