Ponari,Pergulatan Akal dan Kepercayaan

Ponari,Pergulatan Akal dan Kepercayaan

Fenomena dukun ponari membuat kita terpukau betapa nilai-nilai mistis masih menjadi batu sandaran yang begitu mengakar kuat dalam masyarakat kita. Ponari,hanyalah satu diantara praktik pengobatan alternatif yang katanya bisa menyembuhkan penyakit di negara ini. Perilaku-perilaku yang menjadikan hal-hal yang berbau gaib menjadi Tuhan adalah bukti kekalahan rasionalitas dan akal sehat. Masyarakat lebih percaya kuasa sebuah batu dibandingkan dengan alat-alat kedokteran untuk menyembuhkan penyakit. Memang hal-hal yang berbau mitos tetap diperlukan untuk menjaga keharmonian sosial. Tetapi ketika sudah beranjak meninggalkan jauh pertimbangan logis,hal ini tentunya adalah bentuk penyimpangan terhadap akal.
Pergulatan antara akal dan kepercayaan memang sudah tercatat dalam sejarah manusia. Setidaknya Socrates dan Aristoteles sudah memulai ini dengan mengkritik masyarakat pada zamannya yang dianggap sebagai masyarakat irasional. Aristoteles bahkan menteorikan ilmu berpikir benar melalui ilmu logika. Namun,seperti yang kita lihat,perilaku masyarakat dipengaruhi oleh nilai-nilai yang ada dan tumbuh bersama masyarakat. Masyarakat barat bertumpu pada akal untuk menyelesaikan persoalan-persoalan keduniawian dikarenakan nilai-nilai yang ada mengkonstruksi pola pikir seperti itu. Begitu pula pada fenomena ponari. Nilai-nilai mistis walaupun tidak terlalu kelihatan di ruang publik,masih mengendap dan diam-diam dipercaya sebagai kepercayaan.
Untuk melihat fenomena Ponari,ada beberapa pertimbangan yang bisa kita jadikan sebagai faktor penyebab. Pertama,persoalan akal ada dalam wilayah cara berpikir yang dikonstruksi melalui lembaga pendidikan. Tingkat pendidikan yang rendah tentunya membuat masyarakat menjadi irasional. Kedua,kendala struktural dari negara. Mahalnya dan buruknya kualitas pelayanan kesehatan akhirnya membangkitkan endapan nilai-nilai mistis sebagai jalan alternatif solusi pengobatan. Ketiga,lemahnya pemahaman agama. Peran agama kemudian menjadi dipertanyakan ketika Tuhan digantikan oleh benda-benda yang materil dan dianggap mewakili kuasa Tuhan. Dan terakhir,peran media televisi dengan tayangan-tayangan mistisnya turut berperan serta menciptakan masyarakat mistis.
Tentunya untuk merubah perilaku masyarakat diperlukan rekayasa sosial (social enggenering) oleh pihak–pihak yang berkepentingan. Insitusi kesehatan diharapkan berperan dalam melayani publik dengan baik. Bukan dalam arti menggratiskan pengobatan saja. Tetapi dalam aspek melayani secara sungguh-sungguh. Seringkali pasien yang berlabel gratis dianggap hanya sebagai beban sehingga pelayananya tidak sungguh-sungguh. Pemuka agama,istitusi pendidikan dan media massa juga adalah aktor-aktor yang selayaknya berperan dalam menciptakan masyarakat rasional dengan bertumpu pada nilai-nilai ketuhanan.

Adi Surya (UCOX)

Mahasiswa Ilmu Kesejahteraan Sosial

Fisip Unpad

Aktivis GMNI.

0 komentar:

Posting Komentar

Beri Komentar Anda Di Sini :