Menggagas Pembangunan Berkelanjutan Mengatasi Kerusakan Alam

Menggagas Pembangunan Berkelanjutan Mengatasi Kerusakan Alam


Pembangunan selalu membawa efek dua sisi mata uang. Di satu sisi, pembangunan adalah cara untuk menyejahterakan, namun di sisi lainnya membawa akibat-akibat yang mengganggu hukum alam. Bahkan sebenarnya kita tidak dapat menghindar dari dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh pembangunan, atau dengan kata lain, kita hanya bisa meminimalisirnya. Salah satu contoh yang masih hangat adalah tragedi lumpur lapindo dan illegal logging. Dari sini kita akan melihat bagaimana hubungan manusia dengan alam.

Dari banyaknya kasus-kasus pengrusakan alam, bisa terlihat bahwa hubungan manusia dengan alam adalah hubungan subjek-objek yang eksploitatif. Cara pikir seperti ini mengikuti logika Cartesian yang beranggapan bahwa pikiran adalah pusat manusia. Konsekuensinya, alam hanyalah alat untuk manusia dalam mengeksplorasi olah pikirnya. Kemudian, dari perspektif teologi yang menyatakan manusia berkuasa atas lautan dan daratan. Persfektif ini kemudian dijadikan alasan pembenar bagi manusia untuk mengekspolitasi alam. Lingkungan semata-mata dipandang sebagai penyedia kebutuhan manusia.

Parahnya lagi, dibalik derap laju pengrusakan alam, terselip watak ekonomi yang ekspolitatif. Pembangunan direduksi menjadi untung rugi. Akibatnya, ekonomi menjadi tuan di atas sistem biologis dan sistem sosial. Pemanasan global adalah kasus yang dapat menjelaskan berkuasanya nafsu ekonomi dibanding keteraturan sosial. Negara-negara maju berlomba bergeliat dalam mengeruk alam demi kemakmuran individu dan mengabaikan efek bagi orang lain.

Salah satu solusi untuk mengerem laju pengrusakan alam adalah pembangunan berkelanjutan. Poin utama dari model pembangunan ini adalah memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa harus mengorbankan generasi yang akan datang. Pembangunan berkelanjutan menekankan bahwa pembangunan merupakan proses dan upaya peningkatan kesejahteraan yang mesti memperhatikan keseimbangan interaksi dari faktor ekonomi, sosial dan biologis.

Alam memiliki hukumnya sendiri untuk mengatur keseimbangan. Manusia juga punya hukum dalam proses bertahan hidup. Namun ketika keduanya bisa diselaraskan, maka tidak akan terjadi bencana alam yang merenggut banyak korban. Disamping itu,dunia ini membutuhkan sebuah aturan bersama untuk melestarikan alam. Konferensi UNFCC di Bali beberapa waktu lalu adalah sebuah tonggak untuk memulainya. Namun, jika pertimbangan ego ekonomi masih menjadi panglima, kita tinggal menunggu alam yang memvonis kita.


0 komentar:

Posting Komentar

Beri Komentar Anda Di Sini :