Anti Klimaks Stabilitas Ekonomi


Logika sederhana memaknai hubungan stabilitas keamanan dengan perekonomian dalam negeri adalah jika faktor keamanan tidak kondusif maka iklim usaha juga tidak berjalan nyaman.Salah satu faktor pendorong tumbuhnya perekonomian sebuah negara di era globalisasi adalah besarnya peran investasi. Investor butuh kepercayaan dan kepastian bahwa daerah tempat berinvestasi merupakan comfort zone. Peristiwa Bom Kuningan beberapa waktu lalu bisa menjadi ancaman bagi stabilitas ekonomi kita. Pelaku pasar akan bersikap wait and see terhadap perkembangan yang terjadi.Padahal sudah hampir 5 tahun pemerintah berhasil menjaga stabilitas politik,keamanan dan stabilitas ekonomi dalam negeri. Akankah ekonomi kita berujung pada anti klimaks di penghujung pemerintahan SBY-JK?

Respon pelaku pasar terhadap peristiwa pemboman memang tidak terlalu berpengaruh secara radikal.Nilai tukar rupiah pun hanya bergejolak sebentar hingga Rp. 10.195 per dollar AS dan menguat kembali ke level Rp. 10.135,melemah 35 poin.Begitu juga IHSG melemah di Bursa Efek Indonesia sebesar 11,579 (0,55 persen) ke level 2. 117,950. Namun,investor adalah orang yang tidak bisa ditebak. Perilaku bisnisnya berubah-ubah sesuai dengan kondisi.Kondisi pasar yang panik bisa menyebabkan investor memindahkan usahanya dan bagi yang hendak berinvestasi akan menunda sampai membatalkan investasinya.Akibatnya masyarakat akan menanggung akibatnya yakni pengeluaran biaya (cost of fund) yang sangat tinggi untuk sebuah investasi asing di Indonesia. Tentu saja turunanya berdampak pada kondisi perekonomian domestik.Padahal citra Indonesia sedang berkilau sebagai negara dengan pertumbuhan positif bersama China dan India.

Untuk itu kita harus bekerja keras untuk membangun kepercayaan internasional lagi dan meyakinkan kepada masyarakat, investor dan dunia internasional bahwa Indonesia tetap aman, kondusif dan mampu menjaga stabilitas politik dan keamanan dalam negeri. Hal ini sangat penting dilakukan agar investor dan masyarakat internasional tidak memandang Indonesia sebagai salah satu negara yang "berbahaya" dan mempunyai risiko investasi (country risk) yang tinggi.Dalam kasus bom di JW Marriot,pemerintah secepatnya harus membangun trust pada investor dengan memberi kepercayaan bahwa aksi pemboman tidak ada kaitan dengan dinamika politik dalam negeri.Selain itu pemerintah harus ekstra cepat merespos dampak pemboman dengan intervensi Bank Indonesia sampai pada pengungkapan siapa di balik peristiwa itu.

Country risk tergantung dari manajemen pemerintah, apakah dikelola dengan baik (good governace), akuntabilitas, dan transparansi pengelolaan pemerintah dan keuangan negara. Kordinasi dan konsolidasi setiap elemen yang terkait tentunya akan menentukan apakah Indonesia tetap menarik untuk surga investasi atau menjadi daerah black list tujuan investasi. Saat ini yang dibutuhkan adalah kerjasama bukan mempekeruh suasana dengan tuduh menuduh mencari kambing hitam. Jangan gara-gara sibuk menyalahkan,investor hengkang diam-diam.

Adi Surya Purba

Mahasiswa Ilmu Kesejahteraan Sosial

Fisip Unpad

Aktivis GMNI






0 komentar:

Posting Komentar

Beri Komentar Anda Di Sini :