Mencari Pemimpin Yang Bervisi Pendidikan


Jika memang kita sepakat dengan faktor pendidikan sebagai alat untuk membangun karakter bangsa,mengapa tidak ada satu pun koalisi partai berbicara lantang soal pendidikan ?. Atau jika pun ada, tidak lebih hanya sebagai komoditas politik untuk menampilkan citra pro rakyat dalam merayu pemilih dalam bingkai pemilu. Menjelang pemilihan presiden 2009,salah satu cara untuk menilai calon-calon yang layak dipilih adalah soal komitmennya pada peningkatan kualitas dan penyelenggaraan pendidikan yang bisa di akses setiap warga negara dengan murah dan gratis.
Komponen utama pendikan berada dalam wilayah peserta didik,pengajar dan sistem pendidikan. Sebagai peserta didik,setiap warga negara sesuai dengan amanat Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional berhak memperoleh pendidikan yang bisa dinikmati setiap warga dan tentunya berkualitas. Namun,hari ini realitanya sangat jauh dari teks–teks heroik dalam regulasi tersebut. Masih banyak anak-anak Indonesia tidak bisa memperoleh pendidikan. Bagi yang beruntung bisa memperolehnya,khususnya pendidikan tinggi,biayanya semakin tidak terjangkau. Pemenuhan dan pelaksanan realisasi anggaran pendidikan 20 persen dengan tepat sasaran akan sangat membantu keluar dari permasalahan ini.
Pengajar (guru dan dosen) yang dilabelkan sebagai pahlawan tanpa tanda jasa,bukan berarti mengabaikan kesejahteraan mereka. Undang-undang Guru dan Dosen yang sudah ada,ternyata masih jauh panggang dari api. Banyak kasus yang kita lihat pengajar yang mencari kerja sampingan untuk memenuhi kesejahteraan keluarga mereka. Sebagai manusia yang diamanatkan tanggung jawab mencerdaskan kehidupan bangsa. Tingkat kesejahteraan guru dan dosen harusnya mendapat perhatian yang prioritas.Perhatian terhadap gaji dan peningkatan kualitas guru melalui Diklat,pelatihan dan award bagi pengajar yang difasilitasi pemerintah setidaknya memberi motivasi lebih untuk berkarya.
Untuk melaksanakan itu,sistem pendidikan harus dibenahi.Nilai positif dipertahankan dan sisi negatif dikaji ulang. Hari ini sistem kurang memihak pada pendidikan murah dan berkualitas.Pendidikan adalah barang yang mahal. Sedangkan seleksi kelas miskin dan kaya terus bergulir kencang. Indonesia butuh pemimpin untuk keluar dari carut marut pendidikan. Kita sedang mencari pemimpin yang bervisi ke depan mewujudkan pendidikan murah dan berkualitas.
Pemilu adalah momentum untuk melakukan itu.Melihat track record dan janji kampanye layaknya kita ketahui dan kita kawal realisasinya. Pembentukan konsituen penagih yang difalisitasi oleh instrumen civil society seperti LSM bisa menjadi wacth dog yang memantau komitemen itu berjalan di lapangan. Untuk itu kita sebagai pemilih cerdas,sudah saatnya katakan tidak pada pemimpin yang tidak pro pendidikan buat semua (education for all).
Adi Surya Purba
Mahasiswa Ilmu Kesejahteraan Sosial
Fisip Unpad
Aktvis GMNI

1 komentar:

ayha mengatakan...

pemerintah harus menepati janji yang diucapkan saat pemilu berlangsung.

Posting Komentar

Beri Komentar Anda Di Sini :