Mengibarkan Perang Melawan Terorisme
Serangan teror yang terjadi di Kota Mumbai memberi pesan kepada dunia bahwa aksi-aksi kekerasan masih menebar ancaman bagi tiap orang di muka bumi ini. Padahal perang melawan terorisme global sudah intensif dilakukan oleh negara-negara dengan melahirkan regulasi baik bersifat regional maupun multilateral. Teror di India melahirkan anggapan tidak ada satu negara pun yang bisa bebas dari aksi-aksi terorisme. Dalam hal ini, kita harus memutar otak untuk menelurkan solusi-solusi bagi terciptanya tatanan global yang damai.
Dilihat dari konteks sejarahnya, Istilah teror (isme), pertama kali, populer pada masa Revolusi Perancis (1789-1794). Akan tetapi, praktik terorisme itu sendiri terjadi jauh sebelumnya. Dalam catatan sejarah, terorisme telah dipraktikkan manusia sejak zaman Yunani kuno. Xenophon (431-350 SM) misalnya, menuliskan dalam bukunya tentang terorisme dalam term "perang psikologis" untuk menaklukkan musuh.
Hari ini terorisme mengambil bentuk sebagai reaksi atas ketidakadilan dari negara-negara maju terhadap negara berkembang. Politik hegemoni Amerika dan negara-negara eropa menyebabkan munculnya arus balas dendam dengan dibalut penafsiran doktrin agama yang sempit.Selain itu perubahan sosial di era modern sekarang menyebabkan kondisi anomie yakni suatu keadaan di mana setiap individu manusia kehilangan ikatan yang memberikan perasaan aman dan kemantapan dengan sesama manusia lainnya, sehingga menyebabkan kehilangan pengertian yang memberikan petunjuk tentang arti dan tujuan kehidupan di dunia ini.
Indonesia sebagai negara muslim terbesar di dunia dan kondisi sosial politik yang belum stabil menjadi ladang subur lahirnya prajurit-prajurit dengan ideologi kekerasan. Namun, untuk mengatasinya diperlukan kerjasama yang benar-benar erat, karena berhadapan dengan teroris ibarat berperang dengan gerilyawan yang tidak bisa diprediksi.
Ada beberapa garis besar yang bisa kita konsepsikan. Pertama, kita harus bisa memaknai bahwa lebih baik kita memberantas “proses pembuatan” daripada memburu pelaku teror.Dalam hal ini, peran keluarga,tokoh masyarakat dan ulama harus bisa mengambil peran utama dalam meningkatkan kualitas hidup seperti toleransi dan kesejahteraan.Kedua, peran aktif negara baik itu dalam menjamin kesejahteraan,membuat regulasi dan kolaborasi institusi seperti Badan Intelejen Negara (BIN) dan pembentukan perangkat/satuan anti teror.Ketiga,Mao Zedong yang mengibaratkan teroris dan masyarakat sebagai ikan dengan air di dalam kolam, di mana ikan adalah teroris, sementara air adalah masyarakat.Ikan dapat berenang ke mana saja apabila cakupan airnya besar sehingga untuk menangkap ikan harus dilakukan dengan mengeringkan airnya.Teroris dapat bergerak leluasa apabila masyarakatnya kurang memiliki kewaspadaan terhadap terorisme,begitu pula sebaliknya.Artinya,partisipasi publik dalam memerangi terorisme bersifat vital karena tanpa hal itu maka kinerja aparat keamanan akan kurang maksimal dalam memerangi terorisme.
Adi Surya Purba
Mahasiswa Kesejahteraan Sosial
Fisip Unpad
Aktivis GMNI
0 komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar Anda Di Sini :