Demam Facebook Dan Kampanye Pemilu
Perkembangan teknologi memang menentukan perilaku politik. Ada sebuah ungkapan di dunia politik bahwa siapa yang menguasai teknologi dan media, akan meraih kekuasaan. Setidaknya hal ini dipergunakan dengan baik oleh Presiden AS, Franklin D Roosevelt (FDR), memanfaatkan radio untuk menjelaskan kebijakan New Deal-nya kepada warga negeri Paman Sam tersebut. Dalam masa 1933 sampai 1944, pidato radio FDR yang dikenal sebagai fireside chats ini mampu membangkitkan semangat kepada warga Amerika yang moralnya amburadul karena imbas the great depression akibat Perang Dunia Kedua.Begitu pula John F Kennedy dan Richard Nixon yang memanfaatkan media televisi dan radio untuk berdebat untuk mensosialiasikan pikiran-pikiran mereka untuk memperebutkan jabatan presiden AS. Dan yang paling hangat adalah bagaimana Obama secara cerdas melihat peluang untuk mengunakan internet untuk melaju ke gedung putih.
Menjelang pesta demokrasi pada tahun ini, para caleg dan capres juga ternyata tidak mau dikatakan gagap teknologi untuk mendulang suara. Terinsprasi kemenangan Obama yang menggunakan media internet lewat Facebook dan Youtobe, politisi kita berama-ramai melakukan hal serupa. Media seperti blog,situs pribadi,group dan video–video kampanye bertebaran di dunia maya. Namun,jika kita membandingkan media-media yang digunakan oleh politisi kita untuk kampanye, Facebook merupakan media yang cukup diminati. Hal ini dikarenakan Facebook mewakili kampanye dialogis antara caleg atau capres dengan pengguna melalui fasilitas chatting dengan visualisasi gambar dan tulisan.Berbeda dengan Friendster,Blog dan video yang sifatnya hanya satu arah saja. Facebook dianggap bisa mengkombinasikan semua yang tidak dimiliki oleh media-media kampanye lainnya di dunia maya. Namun, pertanyaan yang penting untuk diajukan adalah,sejauh mana efektivitas kampanye melalui Facebook untuk mendulang suara.
Facebook dibuat oleh seorang mahasiswa Harvard, Mark Zuckenberg untuk saling mengenal bagai sesama mahasiswa Harvard. Pada September 2005 Facebook tidak lagi membatasi jaringannya hanya untuk mahasiswa., Facebook pun membuka jaringannya untuk para siswa SMU. Beberapa waktu kemudian Facebook juga membuka jaringannya untuk para pekerja kantoran. Dan akhirnya pada September 2006 Facebook membuka pendaftaran untuk siapa saja yang memiliki alamat e-mail. Perkembangan pesat pengguna Facebook begitu pesat,sampai-sampai beberapa intansi melarang karyawanya menggunakan media ini karena dianggap menggangu kinerja perusahaan. Sebagai sebuah jejaring sosial, Facebook memang menghadirkan fitur-fitur yang bisa mengorganisir komunitas maya sesuai dengan minat dan kesamaan.
Kehadiran internet memang telah merevolusi cara berinteraksi dan berpolitik.Kajian Schudson (2004) menunjukkan kaitan erat anatara demokrasi dan internet. Media ini sebagai media komunikasi dan pertukaran informasi,berpeluang merevolusi sistem,struktur dan proses demokrasi yang selama ini kita kenal. Dalam buku Firmanzah (2007) dikatakan bahwa pengaruh media massa dalam kehidupan politik merupakan kajian khusus dlam komunikasi politik. Media memiliki kemampuan untuk memengaruhi opini publik dan perilaku masyarakat (Klapper,1960). Media dianggap memiliki peran yang sangat penting dalam mentransmisi (relaying) dan menstimulasi permasalahan politik ( Negrine,1996). Sebaran jangkauan internet yang luas dianggap sebagai cara yang efektif untuk mensosialiasikan program kerja,isu,pesan politik untuk pembentukan citra.
Pembentukan citra untuk meraih popularitas merupakan konsekuensi logis dari demokrasi langsung. Ketika pada zaman orde baru,otoritas pendistribusian kekuasaan ada di tangan partai, maka hari ini Indonesia menerapkan demokrasi langsung dimana rakyat secara langsung memilih dan menempatkan wakil-wakilnya di eksekutif dan legislatif. Pemilu orde baru politisi tidak perlu beriklan secara massif,karena partai yang berwenang menentukan siapa saja yang akan masuk lingkar kekuasaan. Sedangkan era demokrasi langsung berbicara tentang figur yang ditentukan oleh rakyat. Dengan sistem ini,maka politisi langsung berhubungan dengan pemilih.Dengan rentang jumlah penduduk dan sebaran wilayah yang luas,maka media hadir sebagai jembatan untuk menghubungkan politisi dan rakyat.
Penggunaan Facebook sebagai media kampanye memang perlu kita kaji lebih jauh efektifitasnya dalam pemilu 2009.Pertama, jumlah pengguna internet yang masih sangat kecil persentasenya dibandingkan dengan negara-negara lain. Dalam situs www.internetworldstats.com,dari 6 milyar lebih penduduk dunia (6.676.120.288 estimasi th 2008) ternyata sudah ada 1 milyar lebih (1.463.632.361 jiwa) yang terdaftar sebagai pengguna internet. Sedangkan data pengguna internet di Indonesia. Dari jumlah total 237,512,355 jiwa penduduk Indonesia, saat ini (2008) sudah tercatat 25 juta lebih pengguna internet. Padahal pada tahun 2000 yang lalu, pemakai internet di Indonesia baru mencapai 2 jutaan orang. Ini artinya ada peningkatan sekitar 900%.
Kedua,pengguna internet khususnya Facebook berasal dari kalangan kaum muda dan berpendidikan menengah.Melihat mayoritas penduduk Indonesia yang belum melek teknologi dan berpendidikan rendah.Kampanye melalui Facebook hanya akan sedikit sekali berdampak pada peningkatan suara secara signifikan dan hanya sebatas sosialiasi saja. Ketiga,politisi kita belum kreatif untuk meramu strategi pengemasan materi-materi kampanye. Tampilan materi kampanye terkesan masih hanya sebagai perpindahan materi-materi yang ada di famplet.
Strategi politik memang harus memperhatikan realitas yang ada di masyarakat. Nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang merupakan modal dasar untuk melakukan marketing politik. Pendekatan marketing selalu berorientasi pasar untuk meramu segmentasi dan positioning politik. Schammel (1995,1996) menyebutkan bahwa kontribusi marketing dalam dunia politik terletak pada strategi untuk dapat memahami dan menganalisis apa yang diinginkan dan dibutuhkan oleh pemilih. Mengikuti hal ini,sarana kampanye konvensional seperti door to door ke lapangan masih sangat berpengaruh. Penggunaan media kampanye melalui televisi juga dianggap masih sangat menentukan. Ini dapat kita rasionalkan dari jumlah mayoritas penduduk Indonesia yang memiliki dan menonton televisi.
Dari beberapa perbandingan di atas, kita melihat bahwa kampanye melalui internet khususnya Facebook belumlah efektif untuk meraih kemenangan pada saat ini. Namun,jika dilihat dari trend peningkatan jumlah pengguna internet dan Facebook,maka dikemudian hari kampanye di dunia maya akan menjadi suguhan yang menarik. Facebook bisa menjadi media alternatif untuk menciptakan digital democracy atau virtual democracy dimana isu-isu sosial politik ditransfer dan diperbincangkan dalam dunia maya. Dengan tampilan yang menarik dan kreatif,bukan tidak mungkin kesuksesan Obama bisa menjadi pelajaran berharga untuk membangun demokrasi.
Adi Surya P
Ketua DPC GMNI Sumedang 2007-2009
Bidang Hukum dan HAM KNPI Sumedang
Mahasiswa KS Fisip Unpad.